Pemetaan Konflik Etnis Dayak Vs Madura
Metode SIPABIO (2002)
Penduduk asli Kalimantan Barat adalah Suku Dayak yang hidup sebagai petani dan nelayan Selain suku asli, suku lainnya yang juga telah masuk ke bumi Kalimantan adalah Melayu,Cina, Madura,Bugis,Minang dan Batak. Dalam berkomunikasi penduduk yang beraneka ragam ini menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Tetapi karena tingkat pendidikan mereka rendah, kebanyakan mereka memakai bahasa daerahnya masing-masing. Dengan demikian seringkali ditemui kesalahpahaman di antara mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura berbicara dengan orang Dayak, gaya komunikasi orang Madura yang keras ditangkap oleh Orang Dayak sebagai kesombongan dan kekasaran.
Kebudayaan yang berbeda seringkali dijadikan dasar penyebab timbulnya suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya, demikian juga yang terjadi pada konflik Dayak dan Madura. Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat Kalimantan. Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka terkena tipudaya masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang Madura menimbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan kerja keras orang Madura menelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam bisnis pertanian.
Kebudayaan yang berbeda seringkali dijadikan dasar penyebab timbulnya suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya, demikian juga yang terjadi pada konflik Dayak dan Madura. Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat Kalimantan. Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka terkena tipudaya masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang Madura menimbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan kerja keras orang Madura menelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam bisnis pertanian.
Masyarakat Dayak juga mempunyai suatu cirri yang dominan dalam mata pencarian yaitu kebanyakan bergantung pada kehidupan bertani atau berladang. Dengan masuknya perusahaan kayu besar yang menggunduli kayu-kayu yang bernilai, sangatlah mendesak keberadaannya dalam bidang perekonomian. Perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih memilih orang pendatang sebagai pekerja daripada orang Dayak. Hal yang demikian menyebabkan masyarakat adat merasa terpinggirkan atau tertinggalkan dalam kegiatan perekonomian penting di daerahnya mereka sendiri. Perilaku orang Madura terhadap orang Dayak dan keserakahan mereka yang telah menguras dan merusak alamnya menjadi salah satu dasar pemicu timbulnya konflik di antara mereka.
Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat keamanan yang tidak berlaku adil terhadap orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum. Permintaan mereka untuk menghukum orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum. Hal ini pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung terhadap orang Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran pemukiman orang Madura. Perbedaan pendapat yang terjadi di antara suku dayak dan madura pada dasarnya adalah hal yang alami, namun jika tidak terkendali akan menjadi pemicu timbulnya kekerasan yang merusak kedua belah pihak bahkan lingkungan sekitarnya. Untuk itu diperlukan penyelesaian yang memberikan semangat damai pada kedua belah pihak. Jika konflik yang menyebabkan timbulnya kekerasan dapat diselesaikan tanpa melakukan kekerasan memberikan suatu rasa damai dan aman pada masyarakat sekitarnya.
Ketidakharmonisan dalam interaksi sosial antara kedua etnis ini tidak cepat mendapat penanganan dari tokoh masyarakat setempat maupun oleh aparatur pemerintah agar dapat ditangani. Pada pertikaian yang terjadi terlihat adanya keberpihakan dari aparat kepada salah satu etnis menurut pendapat etnis lain. Kondisi ini terus berlanjut, yang pada akhirnya menjadi konflik terbuka berakar dan diiringi dengan kekerasan. Konflik yang dipicu oleh persoalan yang sederhana, menjadi kerusuhan dan di identifikasi pemicu pecahnya konflik adalah adanya benturan budaya etnis lokal dengan etnis pendatang, lemahnya supremasi hukum, adanya tindak kekerasan. Benturan budaya ini sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh kesombongan dan ketidakpedulian etnis Madura terhadap hukum adat dan budaya lokal yang sangat dihormati masyarakat setempat seperti hak atas kepemilikan tanah.
Diagram Ven pemetaan konflik etnis dayak vs madura :
![]() |
![]() |
Ket = (Konflik)

Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam bentuk metode SIPABIO (2002) :
1. Sumber konflik
Dari analisis diatas, menurut saya sumber konflik di Kalimantan barat ini terjadi karena sifat orang Madura cenderung kasar dan semena-mena. Dulunya masyarakat dayak melihat bahwa masyarakat Madura rajin, ulet dan terampil dalam memelihara tanaman serta hewan. Seekor sapi yang sebelumnya sangat kurus, setelah dipelihara serta dirawat orang Madura selama beberapa pekan, langsung gemuk. Maka tak heran, kalau kebutuhan daging sapi di Kalbar sebagian besar dipasok masyarakat Madura setempat.
Di balik kelebihan ini, ternyata masih ada sederetan perilaku yang dinilai penduduk Kalbar sebagai hal yang negatif. Hal tersebut antara lain selalu menggunakan senjata tajam dalam menghadapi atau menyelesaikan konflik. Dan bagi penduduk asli, kalau salah seorang warganya terkena senjata tajam, maka harus diselesaikan secepatnya dengan upacara adat setempat, baik berupa pendinginan darah maupun pergantian biaya obat-obatan. Di samping itu, pelakunya menjalani proses hukum.
Inilah yang sering menjadi masalah, sebab orang Madura selalu tidak bersedia menjalani hukum adat. Bahkan, ketika pelakunya sudah ditahan polisi pun, mereka berusaha dengan segala cara supaya pelaku dibebaskan. Akibatnya, timbul kekecewaan dari keluarga serta kerabat korban. Mereka lalu membalasnya dengan melukai atau membunuh pelaku atau kerabat pelaku. Inilah yang menjadi pemicu sumber konflik.
2. Isu-isu
Isu yang berkembang di kalangan pihak yang bertikai ialah tidak adilnya perlakuan yg di terima oleh masyarakat dayak. Misalnya ada pertengkaran di antara suku dayak dan Madura. Sudah jelas yang bersalah adalah suku Madura, namun permintaan orang dayak untuk menghukum orang Madura tidak di perhatikan oleh aparat penegak hukum. Ini menjadi salah satu isu yang menyebabkan terjadinya konflik antar keduanya.
3. Pihak
Dalam hal ini saya rasa tidak ada pihak-pihak yang ikut berpartisipasi dalam konflik, karena konflik ini hanya terjadi di dua etnis saja yaitu suku dayak dan Madura. Pihak yang berusaha untuk menetralkan konflik ini juga rasanya tidak ada dikarenakan tidak beraninya aparat penegak hukum untuk memasuki daerah konflik.
- Sikap (Tanggapan)
Sebenarnya orang dayak merupakan orang yang ramah, jika mereka di hargai dan tidak di perlakukan secara kasar mungkin mereka juga tidak akan mengganggu suku Madura. Namun dikarenakan sifat keras Madura yang ditunjukkan kepada suku dayak membuat mereka harus melawan dan mengusir orang Madura.
- Tindakan
Tindakan yang di lakukan oleh suku dayak dan Madura lebih bersifat coercive action, dimana meraka melakukan konflik dengan cara kekerasan. Suku dayak yang tidak terima akan kedatangan suku Madura yang di nilai tidak menghargai hukum adat mereka dan banyak perilaku yang tidak di senangi suku dayak menjadi pemicu konflik di antara keduanya. Tidak tanggung-tanggung, konflik ini menjatuhkan jiwa ratusan bahkan ribuan lebih. Orang dayak melakukannya dengan cara memenggal kepala dan membakar rumah-rumah penduduk Madura. Ini merupakan pengumpulan dari kemarahan, kekecewaan, kebencian, keterhinaan, keterhimpitan, kepedihan maupun ketidakberdayaan orang dayak. Hal itu merupakan keterlibatan dari semua pengalaman pahit yang dialami selama ini lewat berbagai perilaku premanisme suku Madura.
Di samping itu, Lemahnya supremasi hukum terlihat dari perlakuan yang ringan diberikan pada masyarakat Madura. Ini juga merupakan pemicu dilakukannya tindakan seperti tindakan kekerasan, pembunuhan, pembakaran dan pengusiran yang berkepanjangan.
- Campur tangan pihak lain
Menurut saya dalam hal ini tidak ada campur tangan pihak lain, baik dalam hal memperkeruh keadaan konflik atau menetralisir keadaan. Konflik ini hanya terjadi di antara suku dayak dan Madura saja. Jika ada pihak lain pun (penegak hukum) hanya bertindak sebatas pemberi hukuman saja itupun tidak adil, karena penegak hukum masih menerima sogokan agar yang di tahan bisa bebas kembali khususnya suku Madura. Jadi itu tidak termasuk campur tangan untuk menetralisir keadaan konflik.
- Hasil Akhir
Identitas yang terancam sebagai suatu suku asli Kalimantan yang terusik oleh kedatangan pendatang membuat suku Dayak mengambil sikap keras. Ditambah lagi dengan tidak adanya perubahan sikap dari masyarakat pendatang. Hal ini jelas terlihat pada dampak yang terjadi pasca konflik horizontal Dayak dan Madura. Mereka tidak melihat dampak dari kekerasan bagi masyarakat mereka sendiri yaitu korban jiwa dan harta benda, tetapi yang terpenting adalah keluarnya orang Madura dari wilayah mereka.
demi keamanan kedua belah pihak untuk sementara suku Madura harus dilokalisir pada daerah yang lebih aman. Selain itu dalam upaya penanganan konflik yang terjadi ini dilakukan juga beberapa cara yaitu :[1]
- Untuk sementara waktu yang tidak dapat ditentukan batasnya, etnis Dayak dan Melayu sepakat tidak menerima kembali etnis Madura di bumi Kalimantan terutama di daerah konflik . Hal ini dilakukan agar tidak terjadi bentrokan di antara mereka karena sangat rentan tersulut oleh isu yang akan membakar kemarahan kedua belah pihak.
- Rehabilitasi bangunan yang rusak akibat pengrusakan dan pembakaran terhadap infrastruktur masyarakat umum juga dilakukan agar dapat berjalannya kegiatan masyarakat sebagaimana mestinya. Moral dan mental masyarakat juga perlu mendapat perhatian dan pembinaan agar terwujud suatu rekonsiliasi yang damai dan melibatkan kembali seluruh tokoh masyarakat.
- Re-evakuasi dilakukan bagi korban konflik ke daerah yang lebih aman. Untuk itu perhatian terhadap keamanan mereka di daerah pengungsian harus didukung oleh pihak keamanan sampai mereka mendapat tempat yang layak.
- Dialog antar etnis yang berkesinambungan dengan memanfaatkan lembaga adat masyarakat perlu dilakukan dalam proses pembentukan kerjasama mengakhiri konflik yang berkepanjangan.
- Demikian juga dengan penegakkan hukum terhadap pelaku pelanggaran hukum perlu dilakukan secara konsisten dan adil tanpa berpihak pada etnis tertentu selain itu kemampuan personil petugas keamanan perlu ditingkatkan.
0 komentar:
Posting Komentar